BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seni adalah sesuatu yang sangat menarik jika dicermati
lebih dekat yang disetiap belahan dunia memiliki ragam seni yang menarik dan
bernilai tinggi. Seni juga merupakan salah satu hal yang dapat dipelajari dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karenanya, kami menyusun makalah ini dengan dasar
ingin mengenal lebih dalam kesenian dari Negara lain. Seperti halnya kesenian
Negara Jepang yang menjadi topik bahasan makalah kami. Sebenarnya, banyak
manfaat yang dapat diambil dari mempelajari adanya seni. Diantaranya kita dapat
menerapkan bagaimana masyarakat Jepang mempertahankan dan melestarikan
keseniannya.
Jepang adalah salah satu Negara yang berada di kawasan
benua Asia.
Negara ini
juga dijuluki Negara matahari karena sebagian masyrakatnya mempunyai
kepercayaan kepada matahari. Namun Negara ini tidak hanya dikenal dengan itu
juga dikenal dengan kesenian-keseniannya. Berikut beberapa contoh kesenian Jepang,
diantaranya:
B.
Maksud dan Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan dari penysusunan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mempelajari ragam kesenian Jepang.
2. Mengetahui klasifikasi dan esensi kesenian Jepang.
3. Mengaplikasikan program masyarakat dalam mempertahankan
keseniannya.
4. Menambah wawasan mengenai keanekaragaman seni didunia khususnya di
Negara Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
Jepang adalah salah satu Negara yang
berada di kawasan Asia.Negara
ini juga dijuluki Negara matahari karena sebagian masyrakatnya mempunyai
kepercayaan kepada matahari. Namun
Negara ini tidak hanya dikenal dengan itu, namun juga dikenal dengan
kesenian-keseniannya. Berikut beberapa contoh kesenian Jepang, diantaranya:
A. Noh
Noh
adalah bentuk teater musikal yang tertua di Jepang. Penceritaan tidak hanya
dilakukan dengan dialog tapi juga dengan utai (nyanyian), hayashi (iringan
musik), dan tari-tarian.
Ciri khas
lainnya adalah sang aktor utama yang berpakaian kostum sutera bersulam
warna-warni, dan mengenakan topeng kayu berlapis lacquer.
Topeng-topeng
itu menggambarkan tokoh-tokoh seperti orang yang sudah tua, wanita muda atau
tua, dewa, hantu, dan anak laki-laki.


B. Kyogen
Kyogen adalah sebuah bentuk teater klasik lelucon yang
dipagelarkandengan aksi dan dialog yang amat bergaya. 
Ditampilkan
di sela-sela pagelaran noh,meski sekarang terkadang ditampilkan secara tunggal.


C. Yukata
Yukata (baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang dibuat
dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah dilewati
angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau sesudah mandi malam berendam dengan air panas.

Musim panas berarti musim pesta
kembang api dan matsuri di Jepang. Jika terlihat orang memakai
yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu ada matsuri atau pesta kembang api.
D. Tanabata
Tanabata atau festival bintang yang diadakan di
Jepang setiap musim panas. Perayaan tanabata diadakan pada malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan
lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus. Perayaan Tanabata diadakan sangat meriah,penuh
dengan warna dan lentera.Salah satu kegiatan yang paling diminati pada perayaan
ini adalah menulis satu keinginan di atas kertas tanzaku (kertas warna warni)
dan menggantungkannya di pohon bamboo, dengan harapan agar keinginan itu
terwujud.
Selain itu, selama perayaan, di
rumah-rumah penduduk, biasanya juga dihiasi dengan hiasan kertas yang digantung
di pohon-pohon yang berada di luar rumah. Di beberapa tempat bahkan banyak
orang yang menyalakan lentera dan meletakkannya di atas sungai yang mengalir.
E. Kabuki
Kabuki (歌舞伎 ?) adalah seni teater tradisional khas Jepang. Aktor kabuki terkenal dengan kostum mewah dan tata rias wajah yang mencolok.
Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan
kabuki sebagai warisan agung
budaya nonbendawi. UNESCO juga telah menetapkan
kabuki sebagai Karya Agung War isan
Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia.
Etimologi
Banyak
pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini, salah satunya
adalah kabusu yang ditulis dengan karakter kanji 歌舞 dengan ditambahkan akhiran す sehingga menjadi kata kerja 歌舞す yang berarti bernyanyi dan
menari. Selanjutnya disempurnakan menjadi, kabuki (歌舞伎) yang ditulis dengan tiga
karakter kanji, yaitu uta 歌(うた) (lagu), mai 舞(まい) (tarian), dan ki 伎(き) (tehnik).

Selain
yang telah dijelaskan diatas, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa
kata kabuki ini berasal dari kata kabukiかぶき, kabukuかぶく, kabukanかぶかん, atau kabukeかぶけ yang ditulis dengan karakter
kanji katamuku (傾).
Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku ini secara harfiah berarti
cenderung, condong, miring atau tidak samadengan
pemikiran umum (Kira-kira sama dengan kata iyouyang ditulis dengan
kanji 異様, yang berarti aneh, asing, atau
tidak sama dengan keadaan masyarakat disekitarnya pada waktu itu). Kata ini
digunakan untuk menyebutkan orang-orang yang cenderung atau condong ke arah
duniawi, dan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah laku aneh. Pendapat
yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari kata katamuku
ini dikarenakan pada saat kabukipertama kali diperkenalkan oleh
Okuni, seorang Miko巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo, Okuni memakai kostum
laki-laki dengan membawa pedangdan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada
zaman tersebut, seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan digantungkan
dileher. Ceritanya pun berkisar tentang seorang laki-laki yang pergi
bermain-main ke kedai teh untuk minum-minum bersama para wanita penghibur. Hal
ini kemudian diasosiasikan dengan kumpulan orang-orang yang berpakaian dan
bertingkah-laku aneh serta tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal
dengan nama kabukimonoカブキモノ.
Setelah
melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki ditulis dengan tiga karakter
kanji yaitu uta 歌 (lagu),
mai 舞 (tarian), dan ki 妓(seniman wanita) yang kemudian
karakter kanji ki 妓
diubah menjadi ki 伎,
sehingga kabuki ditulis menjadi 歌舞伎(かぶき) yang sekarang ini. Penamaan kabuki dengan menggunakan
tiga karakter kanji di atas, dikarenakan tiga karakter di atas dianggap sesuai
dengan unsur-unsur yang ada di dalam pertunjukan teater kabuki itu tersebut.
Adapun pada awalnya karakter ki, ditulis dengan 妓dikarenakan kabuki pada awalnya
lahir dari seorang seniman wanita yang bernama okuni 阿国(おくに) dari kuil Izumo.
F. Bunraku
Bunraku (文楽 ?) adalah sandiwaraboneka
tradisional Jepang
yang merupakan salah satu jenis ningyo
johruri (人形浄瑠璃ningyōjōruri?,
boneka jōruri). Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka
dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka. Jōruri atau ditulis sebagai johruri adalah sebutan untuk
naskah dalam bentuk nyanyian. Penyanyi johruri disebut tayū, dan menyanyi dengan
iringan musik shamisen.
Kesenian ini bermula dari
pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura Bunrakuken I di Osaka sehingga
diberi nama “bunraku”. Sebelumnya, kesenian ini juga disebut ayatsuri jōruri shibai
(sandiwara johruri ayatsuri), dan baru secara resmi dinamakan bunraku sejak akhir zaman
Meiji (1868-1912).
Sebuah boneka dimainkan oleh tiga
orang dalang yang disebut ningyō
tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri
dari pandangan penonton. Gerak-gerik boneka dibuat bagaikan hidup, dengan kedua
tangan dan kaki yang bisa digerak-gerakkan, serta wajah boneka yang bisa
berubah ekspresi sesuai karakter yang dimainkan. Boneka memiliki mekanisme penggerak
pada wajah (mata dan mulut), dan sendi-sendi kedua belah lengan, kaki, dan
jari-jari tangan yang bisa digerak-gerakkan. Dalang hanya bertugas menggerakkan
boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas ‘tayū’ dengan iringan
musik shamisen.
Tingkatan dalang diatur hirarki
yang ketat, berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan. Dalang paling
berpengalaman menggerakkan bagian kepala dan lengan kanan. Dalang dengan
pengalaman di bawahnya bertugas menggerakkan lengan kiri, sedangkan bagian kaki
digerakkan dalang yang paling yunior. Dalang kepala mengenakan geta berhak tinggi (20 cm hingga 50 cm) dari kayu untuk
mengimbangi posisi dalang ketiga yang menggerakkan bagian kaki boneka.
Kementerian
Pendidikan Jepang menetapkan bunraku
sebagai Warisan Agung Budaya Nonbendawi. UNESCO
menetapkan bunraku sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan
Nonbendawi Manusia dalam daftar yang diterbitkan tahun 2003.
G. Kimono
Kimono (着物 ?) adalah pakaian tradisional Jepang. Arti harfiah kimono
adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai, dan mono berartibarang).
Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf “T“, mirip mantel berlengan panjang dan
berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan
kaki.
Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan
kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah
kerah bagian kiri. Sabuk kain yang
disebut obi dililitkan di
bagian perut/pinggang, dan diikat di
bagian punggung. Alas kaki sewaktu
mengenakan kimono adalah zōri atau geta.
Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada
kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang
disebutfurisode. Ciri khas furisode adalah lengan yang
lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun
mengenakan furisodeuntuk
menghadiri seijin
shiki.
Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal
lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional
diharuskan mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri
perayaan Shichi-Go-San. Selain itu, kimono
dikenakan pekerja bidang industri jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah
makan tradisional (ryōtei) dan pegawai penginapan
tradisional (ryokan).
Pakaian pengantinwanita tradisional Jepang (hanayome ishō) terdiri dari furisode dan uchikake (mantel yang
dikenakan di atas furisode). Furisodeuntuk pengantin
wanita berbeda dari furisode
untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan untuk furisode pengantin diberi
motif yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung
jenjang. Warna furisode pengantin juga
lebih cerah dibandingkan furisode
biasa. Shiromuku
adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih denganmotif tenunan yang juga berwarna putih.
Sebagai
pembeda dari pakaian Barat (yōfuku)
yang dikenal sejak zaman Meiji,
orang Jepang menyebut pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku (和服 ?, pakaian Jepang). Sebelum dikenalnya pakaian Barat,
semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut kimono. Sebutan lain untuk
kimono adalah gofuku
(呉服 ?). Istilah gofuku
mulanya dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu
(bahasa Jepang : negara Go) yang tiba di Jepang dari daratan Cina.
Kimono Wanita
Tomesode
adalah kimono paling formal untuk wanita yang sudah menikah. Bila
berwarna hitam, kimono jenis ini disebut kurotomesode (arti harfiah:
tomesode hitam). Kurotomesode memiliki lambang keluarga (kamon) di tiga
tempat: 1 di punggung, 2 di dada bagian atas (kanan/kiri), dan 2 bagian
belakang lengan (kanan/kiri). Ciri khas kurotomesode adalah motif indah
pada suso (bagian bawah sekitar kaki) depan dan belakang.
Kurotomesode dipakai untuk menghadiri resepsipernikahan dan acara-acara yang sangat resmi.
Tomesode
yang dibuat dari kain berwarna disebut irotomesode (arti harfiah: tomesode
berwarna). Bergantung kepada tingkat formalitas acara, pemakai bisa memilih
jumlah lambang keluarga pada kain kimono, mulai dari satu, tiga, hingga lima
buah untuk acara yang sangat formal. Kimono jenis ini dipakai oleh wanita
dewasa yang sudah/belum menikah. Kimono jenis irotomesode dipakai untuk menghadiriacara
yang tidak memperbolehkantamu untuk datang memakai kurotomesode, misalnya
resepsi di istana kaisar. Sama halnya seperti kurotomesode, ciri khas
irotomesode adalah motif indah pada suso.

- Furisode
Furisode
adalah kimono paling formal untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan
berwarna-warni cerah dengan motif mencolok di seluruh bagian kain. Ciri khas
furisode adalah bagian lengan yang sangat lebar dan menjuntai ke bawah.
Furisode dikenakan sewaktu menghadiri upacara seijin
shiki, menghadiri
resepsi pernikahan teman, upacara wisuda, atauhatsumode. Pakaian pengantin wanita yang disebut hanayome
ishō termasuk salah satu jenis furisode
Hōmon-gi (訪問着 ?, arti harfiah: baju untuk berkunjung) adalah kimono
formal untuk wanita, sudah menikah atau belum menikah. Pemakainya bebas memilih
untuk memakai bahan yang bergambar lambang keluarga atau tidak. Ciri khas
homongi adalah motif di seluruh bagian kain, depan dan belakang. Homongi
dipakai sewaktu menjadi tamu resepsi pernikahan,upacara
minum teh, atau
merayakan tahun
baru.

Iromuji
adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji
tersebut memiliki lambang keluarga (kamon). Sesuai dengan tingkat
formalitas kimono, lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian
punggung, bagian lengan, dan bagian dada). Iromoji dibuat dari bahan tidak
bermotif dan bahan-bahan berwarna lembut, merah
jambu,biru muda, atau kuningmuda atau warna-warna lembut. Iromuji dengan lambang
keluarga di 5 tempat dapat dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan. Bila
menghadiri upacara minum teh, cukup dipakai iromuji dengan satu lambang
keluarga.
Tsukesage
adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut
tingkatan formalitas, kedudukan tsukesage hanya setingkat dibawah homongi.
Kimono jenis ini tidak memiliki lambang keluarga. Tsukesage dikenakan untuk
menghadiri upacara minum teh yang tidak begitu resmi, pesta pernikahan, pesta
resmi, atau merayakan tahun baru.
Komon
adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas
kimono jenis ini adalah motif sederhana dan berukuran kecil-kecil yang berulang.
Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reuni, makan
malam, bertemu
dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.
Tsumugi
adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang
sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan
untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Bahan yang
dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau benang sutra kelas rendah yang tebal dan kasar. Kimono jenis ini tahan lama, dan dulunya dikenakan untuk
bekerja di ladang.
Yukata
adalah kimono santai yang dibuat dari kain katun tipis tanpa pelapis untuk kesempatan santai di musim panas.
Kimono pria
Bagian
punggung montsuki dihiasi lambang
keluarga pemakai.
Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana
pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri
upacara sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari
kaisar/pemerintah atau seijin
shiki.
- Kimono santai kinagashi
Pria
mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar
rumah pada kesempatan tidak resmi. Aktor kabuki mengenakannya ketika berlatih. Kimono jenis ini tidak
dihiasi dengan lambang keluarga.
H. Gagaku

Gagaku (雅楽 ?) adalah musik dan tari asal daratan Cina yang pertama kali dibawakan oleh kantor musik istana
kaisar di Jepang pada akhir zaman Asuka.
Kantor musik istana kaisar (utamai
no tsukasa) didirikan berdasarkan Kitab
Undang-Undang Taihō tahun 701.
Istilah gagaku
juga dipakai untuk membedakan musik ini dari “musik duniawi”. Dalam arti luas,
gagaku berarti kuniburi
no utamai (musik dan tari tradisional Jepang) atau nyanyian berikut
musik pengiring yang ditulis pada zaman Heian,
sepertisaibara dan rōei. Hingga kini, gagaku terus bertahan dalam bentuk aslinya
walaupun kesenian ini telah berusia lebih dari 1.300 tahun. Gagaku merupakan
bentuk musik orkestra tertua di dunia.
![]() |
I. Ikébana
Ikébana (生花?) adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis
bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa
Jepang, Ikebana
juga dikenal dengan istilah kadō (華道?, ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan
pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.
Di dalam Ikebana terdapat berbagai macam aliran yang
masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga.
Aliran tertentu mengharuskan orang melihat rangkaian bunga tepat dari bagian
depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang
berbentuk tiga
dimensi sebagai
benda dua dimensi saja.
Pada umumnya, bunga yang dirangkai dengan teknik
merangkai dari Barat (flower arrangement) terlihat sama indahnya dari berbagai
sudut pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus dilihat dari bagian
depan.
Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang
bersifat dekoratif, Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada
aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana
didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.

J. Karate
Karate (空手道) adalah seni bela
diri yang
berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang
lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote”
yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme
Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi
mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’
(Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate
terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ 空 dan berarti ‘kosong’. Dan yang
kedua, ‘te’ 手, berarti ‘tangan'. Yang dua
kanji bersama artinya “tangan kosong” 空手 (pinyin: kongshou).
Menurut Zen-Nippon
Karatedo Renmei/Japan
Karatedo Federation (JKF)
dan World
Karatedo Federation (WKF),
yang dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu:
1. Shotokan
2. Goju-Ryu
3. Shito-Ryu
4. Wado-Ryu
Keempat
aliran tersebut diakui sebagai gaya Karate yang utama karena turut serta dalam
pembentukan JKF dan WKF. Namun gaya karate yang terkemuka di dunia bukan hanya
empat gaya di atas itu saja. Beberapa aliran besar seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi-ryu tersebar luas ke berbagai negara di dunia dan
dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur, walaupun tidak termasuk dalam
"4 besar WKF".
Di negara
Jepang, organisasi yang mewadahi olahraga Karate seluruh Jepang adalah JKF.
Adapun organisasi yang mewadahi Karate seluruh dunia adalah WKF (dulu dikenal
dengan nama WUKO - World Union of Karatedo Organizations). Ada pula ITKF
(International Traditional Karate Federation) yang mewadahi karate tradisional.
Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah terutama untuk meneguhkan Karate yang
bersifat "tanpa kontak langsung", berbeda dengan aliran Kyokushin
atau Daidojuku yang "kontak langsung".
Latihan dasar karate terbagi tiga
seperti berikut:
1. Kihon, yaitu
latihan teknik-teknik dasar karate seperti teknik memukul, menendang dan
menangkis.
2. Kata, yaitu
latihan jurus atau bunga karate.
3. Kumite, yaitu
latihan tanding atau sparring.
Pada
zaman sekarang karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan
aliran olah
raga. Aliran
tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sementara aliran
olah raga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.

K. Jujutsu
Jujutsu (bahasa Jepang: 柔術, jūjutsu; juga jujitsu, ju jutsu, ju
jitsu, atau jiu jitsu) adalah nama dari beberapa macam aliran beladiri
dari Jepang. Tidaklah benar jika dikatakan bahwa Ju-Jitsu mengacu pada
satu macam beladiri saja. Jujutsu pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pembelaan
diri yang bersifat defensif dan memanfaatkan "Yawara-gi" atau
teknik-teknik yang bersifat fleksibel, dimana serangan dari lawan tidak
dihadapi dengan kekuatan, melainkan dengan cara "menipu" lawan agar
daya serangan tersebut dapat digunakan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Dari
seni beladiri Jujutsu ini, lahirlah beberapa seni beladiri lainnya yang
mempunyai konsep defensif serupa, yaitu Aikido dan Judo, keduanya juga berasal dari Jepang.
Jujutsu
terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi
atas dua "gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan dari kedua
macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus
Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di zaman modern,
sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi
pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai
contoh, Jujutsu yang diciptakan di zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan
perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang
diciptakan di zaman Edo (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada
beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik
Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang
lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan)
dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya
sendiri untuk melakukan teknik-teknik tersebut diatas. Teknik-teknik tersebut
lahir dari metode pembelaan diri kaum Samurai (prajurit perang zaman dahulu) di saat mereka
kehilangan pedangnya, atau tidak ingin menggunakan pedangnya (misalnya karena
tidak ingin melukai atau membunuh lawan).
Aliran
Jujutsu yang tertua di Jepang adalah Takenouchi-ryu yang didirikan
tahun 1532 oleh Pangeran Takenouchi Hisamori. Aliran-aliran lain yang
terkenal antara lain adalah Shindo Yoshin-ryu yang didirikan oleh
Matsuoka Katsunosuke pada tahun 1864, Daito-ryu yang didirikan
oleh Takeda Sokaku pada tahun 1892, Hakko-ryu yang
didirikan Okuyama Ryuho pada tahun 1942, dan banyak aliran lainnya.

L. Kendo
Kendo (剣道 kendō?) adalah seni bela diri modern dari Jepang yang menggunakan pedang. Kendo berasal dari kata
"ken (剣)" yang artinya "pedang", dan "dō (道)" yang artinya "jalan". Jadi arti kendo secara keseluruhan adalah suatu
jalan/ proses disiplin diri yang membentuk suatu pribadi samurai yang pemberani dan loyal. Kendo menggabungkan
unsur-unsur bela
diri, seni dan olahraga. Dalam latihan, Kendo menggunakan peralatan seperti:
o
Bogu, yang terdiri dari:
o
Men (pelindung kepala)
o
Do (pelindung badan)
o
Kote (pelindung tangan)
o
Tare (pelindung paha dan
kemaluan)
Latihan
kendo (keiko) terdiri dari berbagai macam tujuan untuk mengembangkan diri.
Seperti halnya bela diri lain, kendo memerlukan disiplin tinggi dan dedikasi
penuh untuk latihan, seperti etika (religi), postur tubuh dan teknik melangkah,
dan cara mengayun pedang yang benar.

M. Shodo
Shodo dalam bahasa jepang yang artinya Kaligrafi (the Way
of Brush) adalah salah satu bentuk seni yang telah di pelajari selama lebih
dari 3000 tahun yang lalu. Pengetahuan akan seni kaligrafi adalah salah satu
langkah yang penting di dalam memahami budaya Jepang. Kaligrafi bukan hanya
sebuah latihan menulis yang baik, tetapi lebih merupakan awal mula nya bentuk
seni dari oriental. Kaligrafi adalah sebuah kombinasi antara skill dan
imajinasi seseorang yang telah belajar secara intensive penggunaan
kombinasi-kombinasi garis-garis.
Di dunia barat, kaligrafi di maksudkan untuk menekan
individu dan untuk menciptakan gaya yang sama. Kaligrafi Jepang (sho dalam
bahasa Jepang) berupaya untuk membawa suatu kata kedalam kehidupan, dan
memberikan nya anugrah dengan bentuk karakter. Gaya kaligrafi Jepang sangat
individualistik, berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Kaligrafi Jepang
menghadirkan suatu masalah bagi orang barat yang berusaha untuk memahami nya;
suatu hasil karya seni kaligrafi bisa di selesaikan hanya dalam hitungan detik,
oleh karena itu, bagi seorang yang tidak memahami kaligrafi Jepang, mereka
tidak akan bisa menghargai seberapa besar tingkat kesulitan yang ada dalam
suatu karya seni kaligrafi.
Yang perlu di ingat bahwa, karakter-karakter yang di
tulis di sebuah karya seni kaligrafi hanya boleh di tulis satu kali coretan.
Tidak boleh ada pengulangan, penambahan atau finishing di suatu karya seni kaligrafi.

N. Shamisen
Shamisen
atau samisen (三味線?) adalah alat
musik dawai
asal Jepang yang memiliki tiga senar, dan dipetik menggunakan sejenis pick yang disebut bachi. Di dunia musik
Jepang abad modern
(kinsei hōgaku) seperti genre jiuta dan sōkyoku (sankyoku), shamisen dikenal sebagai san-gen (三弦,
三絃?, tiga senar), sedangkan di daerah Okinawa dikenal dengan sebutan sanshin (三線?).
Badan shamisen (disebut dō) dibuat dari kayu, berbentuk segiempat dengan keempat sudut yang sedikit
melengkung. Bagian depan dan belakang dilapisi kulit hewan yang berfungsi
memperkeras suara senar. Kulit pelapis shamisen adalah kulit bagian perut kucing betina yang belum pernah kawin. Sedangkan shamisen
kualitas biasa dibuat dari kulit bagian punggung dari anjing. Shamisen yang dibuat kulit imitasi memiliki kualitas
suara yang tidak bagus sehingga kurang populer.
Panjang shamisen hampir sama dengan gitar tapi leher (sao) lebih langsing dan tanpa fret. Leher shamisen ada yang terdiri dari 3 bagian agar
mudah dibawa-bawa dan disimpan. Leher shamisen yang utuh dan tidak bisa
dilepas-lepas disebut leher nobezao. Sutra merupakan bahan baku senar untuk shamisen.
Tsugaru-jamisen yang berasal dari daerah Tsugaru ada yang memakai senar dari serat nilon atau tetoron. Senar secara berurutan dari kiri ke kanan (dari senar
yang paling tebal) disebut sebagai ichi no ito (senar pertama), ni no
ito (senar kedua), dan san no ito (senar ketiga).
BAB III
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, mohon maaf bila ada
kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Namun ada beberapa point yang dapat kami simpulkan yang berupa penilaian atau
argumentasi terhadap kesenian Jepang, diantaranya:
1. Keanekaragaman kesenian Jepang
memiliki nilai esensi yang tinggi dengan karakteristik yang berbeda-beda.
2. Indonesia perlu mengaplikasikan
program-program masyarakat jepang dalam mempertahankan keseniannya.
3. Kesenian Jepang memiliki nilai
seni yang tinggi, yang sampai sekarang masih mengkombinasikan kesenian tradisionalnya
dengan kesenian zaman modern saat ini.
4. Kesenian Jepang sangat tertata,
rapih dan lebih tradisionalis.
Semoga makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi
kita semua untuk selalu menjaga dan melestarikan kesenian agar dapat menjadi
buah tangan bagi keturunan kita nanti. Terimakasih atas semua pihak yang telah
mendukung tersusunnya
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar